Selasa, 16 September 2014

Tanta bule

Cerita ini terjadi saat aku masih
berusia 16 tahun, dan masih
bersekolah di
salah satu SMA di Medan. Namaku
Chris, aku peranakan Canada-
Chinese. Papa saya
asal Canada, dan Mama saya Chinese
Indonesia. Kata teman2 wajahku sih
lumayan...
ganteng... ehmm. Tinggi saya 180 cm,
ngak begitu tinggi dibandingkan
dengan Papa
yang 185 cm. Saya lahir di Canada,
tapi sewaktu umur 10 tahun, Papa
ditugaskan
ke Medan, Indonesia. Jadi aku juga
ikut, dan bersekolah disana. Mula-
mula terasa
asing juga kota ini bagiku. Tapi lama
kelamaan aku juga dapat terbiasa.
Terus
terang, pemikiranku lebih condong
kepada pemikiran-pemikiran Timur,
mungkin
karena didikan Mama yang keras.
Biarpun di negara2 Barat sudah biasa
terjadi
hubungan seks remaja, namun aku
belum pernah melakukannya
dengan pacarku...
well... at least pada saat itu.
Hari ini dimulai liburan Natal. Papa
tidak pulang ke Canada seperti
biasanya,
katanya ada banyak pekerjaan. Mama
bilang kalau aku merasa bosan disini
sebaiknya aku pergi ke Jakarta,
sekalian menjenguk kakek. Katanya
aku juga bisa
mencari tante Anne kalau ada waktu.
Tante Anne ini teman baiknya Mama.
Sama
seperti Mama, dia juga dulu sekolah
di Canada, dan pernah tinggal lama
disana.
Saya sudah lama tidak pernah
bertemu dengan tante Anne, tapi
seingatku orangnya
cantik sekali. Usianya sekarang
mungkin sekitar 30 tahun, dia lebih
muda dari
mama. Sewaktu di Canada dia sering
menginap di rumah kami, dan
bermain-main
dengan aku. Akhirnya aku iyakan
tawaran mama untuk pergi ke
Jakarta.
Hari kedua di Jakarta, aku minta
diantar oleh supir ke rumahnya tante
Anne.
Rumahnya terletak di salah satu
kompleks perumahan di Jakarta
Selatan.
Sebelumnya mama sudah
menelepon dan memberitahukan
kepadanya bahwa aku akan
datang pada hari itu.
"Hi... wahh udah besar sekali kamu
sekarang yah Chris... udah ngak tanda
lagi
Tante sama kamu sekarang...
hahaha", seingatku kira-kira
begitulah katanya
sewaktu pertama kali melihat aku
setelah sekian tahun ngak jumpa.
Wajahnya masih
saja sama seperti yang dulu, seakan
dia tidak bertambah tua sedikitpun.
"Oh
yah... tuh supirnya disuruh pulang aja
Chris... ntar kamu bawa aja mobil
Tante
kalo mau pulang...", aku pun
mengiyakan, dan menyuruh pulang
supirnya.
"Wah... besar sekali rumahnya yah
Tante...", kataku sewaktu kami
memasuki ruang
tamu. Aku dengar dari mama sih,
katanya suaminya tante Anne ini
anak salah
seorang konglomerat Jakarta, jadi
ngak heran kalau rumahnya
semewah ini. Setelah
itu kami ngobrol-ngobrol, dia
menanyakan keadaan mama, papa
dan kakek. Tante
Anne juga sudah lama tidak betemu
dengan Mama. Lumayan lama kami
ngobrol,
setelah itu dia mengajak aku untuk
makan malam.
"Makan dulu yuk Chris... tuh udah
disiapin makanannya sama si Ning",
katanya
menunjuk ke pembantunya yang
sedang menghidangkan makanan di
meja makan.
"Kita ngak nunggu Om Joe??", aku
menanyakan suaminya.
"Oh... ngak usah... Om mu ngak
pulang malam ini katanya"
"Oh... ok deh", kataku sambil
beranjak ke ruang makan. Rumah
sebesar ini cuman
dihuni sendirian dengan
pembantunya. Berani juga tanteku
ini.
"Kamu berani pulang ntar Chris??
Udah malem loh ini...", katanya
sambil ngelirik
ke jam dinding yang udah nunjukin
jam 7 lewat 30 menit.
"Ah berani kok Tante..."
"Hmmm... mending kamu tidur disini
aja deh malem ini... tuh ada kamar
kosong di
atas"
"Umm... iyah deh... ntar aku telepon
ke Kakek kalo gitu...", dalam hati aku
mengira bahwa tanteku ini
menyuruhku menginap karena dia
takut sendirian di
rumah, sama sekali tidak ada pikiran
negatif dalam otakku sewaktu aku
mengiyakan
tawarannya. Sehabis makan aku pun
menelepon ke rumah kakek, dan
memberitahu
bahwa hari ini aku menginap di
rumahnya tante Anne.
"Oh iyah... kalau kamu mau mandi air
panas, pake aja kamar mandi Tante.
Ntar
kamu pake aja bajunya Om Joe. Yuk
sini!!"
"He-eh", aku mengangguk sambil
mengikutinya. Kamar mandi yang
dimaksud terletak
di dalam kamarnya. Kamarnya benar-
benar mewah dan besar. Dengan
tempat tidur
ukuran double di tengah-tengah
ruangan, mini theatre set, dan
sebuah kamar mandi
di sudut ruangan.
"Nih... coba... bisa pake ngak kamu??",
dia memberikan t-shirt dan celana
pendek
kepada aku.
"Bisa kayaknya...", aku pun
mengambil pakaian itu dan
membawanya ke kamar mandi.
Sehabis dari kamar mandi, aku
sempat sedikit kaget melihat tante
Anne. Dia
mengenakan baju tidur tipis, tidur
tengkurap di atas tempat tidur.
Kelihatan
dengan jelas celana dalamnya, tapi
aku tidak melihat tali BH di
punggungnya.
Terangsang juga aku melihat
pemandangan seperti itu.
Kelihatannya ia tertidur
saat menonton TV. TV nya masih
menyala. Aku berjalan ke arah TV,
bermaksud
mematikannya. Melihat adegan
panas yang sedang berlangsung di
TV, mendadak aku
terdiam pas di depan TV. Kulihat
kebelakang, tante Anne masih tidur.
Aku berdiri
menonton dulu, sekedar iseng. 5
menit lagi ah baru kumatikan, begitu
pikiranku
saat itu.
"Hey...", saat aku sedang asyik
menonton, tiba-tiba terdengar
teguran halus
tante Anne, diikuti oleh tawa
tertahannya. Aku benar-benar malu
sekali waktu
itu. Aku berbalik ke belakang sambil
tersenyum malu-malu. Waktu aku
berbalik,
kulihat tante Anne sudah duduk
tegak di atas tempat tidur. Samar-
samar terlihat
puting susunya dari balik baju
tidurnya yang tipis.
"Kirain Tante udah tidur...hehe",
kataku asal-asalan sambil berjalan
hendak
keluar dari kamar.
"Chris... bisa tolong pijitin badan
Tante?? Pegel nih semua...",
terdengar suara
helaan nafas panjang, dan suara kain
jatuh ke lantai. Saat aku berbalik
hendak
menjawab, kulihat tante Anne sudah
kembali tidur tengkurap di tempat
tidur, tapi
kali ini tanpa baju tidur, satu-satunya
yang masih dikenakannya adalah
celana
dalamnya.
"Ya...", hanya itu saja yang bisa keluar
dari mulutku. Aku pun berjalan ke
arah
tante Anne. Sedikit canggung,
kuletakkan tanganku di atas
bahunya.
"Engghh...", terdengar dia
mengerang perlahan.
"Om Joe kapan pulangnya Tante??",
kuatir juga aku ketahuan oleh
suaminya.
"Emmm... mungkin minggu depan...
ngak tau deh... kalau Om mu sih...
jarang
dirumah. Mungkin seminggu pulang
sekali", dalam hati aku merasa
kasihan juga
kepada tante Anne. Pantas saja dia
merasa kesepian. "Fhhuuuhhh...",
kembali
terdengar helaan nafas panjang.
"Kamu udah punya pacar Chris??",
tanyanya
memecah keheningan.
"Yah... di Medan"
"Hehehe... cantik ngak Chris??", tante
Anne emang dari dulu senang
bercanda.
Sangat berbeda dengan ibuku yang
kadang bersikap agak tertutup, tante
Anne
adalah penganut kebebasan Barat.
Aku hanya tersenyum saja menjawab
pertanyaannya. "Turun dikit Chris...",
aku pun menurunkan pijatanku dari
bahu ke
punggungnya. "Kamu duduk aja di
atas pantat Tante... supaya bisa lebih
kuat
pijitannya". Aku yang semula
mengambil posisi duduk di
sampingnya, sekarang
duduk di atas
pantatnya. "Unghh... berat kamu...",
mendengus tertahan dia waktu
aku duduk di atasnya.
"Hehehe... tapi katanya suruh duduk
disini...", cuek saja aku melanjutkan
pijatanku. Kontolku sudah terasa
menegang sekali, sesekali aku tekan
kuat2
kontolku ke pantat tante Anne.
Walaupun aku masih memakai
celana lengkap, namun
sudah terasa nikmat dan hangat
sewaktu kontolku aku tekan ke
pantatnya.
"Iiihh... nakal ya... bilangin mama
kamu lho...", katanya sewaktu
merasakan
kontolku menekan-nekan pantatnya.
"Udah belom Tante?? Udah cape
nih...", kataku setelah beberapa
menit memijat
punggungnya.
"Iyah... kamu berdiri dulu deh... Tante
mo balik...", aku berdiri, dan tante
Anne sekarang berbalik posisi.
Sekarang aku bisa melihat wajahnya
yang cantik
dengan jelas, payudaranya yang
masih kencang itu berdiri tegak
dihadapanku.
Puting susunya yang merah
kecoklatan terlihat begitu
menantang. Aku sampai
terbengong beberapa detik
dibuatnya. "Hey... pijit bagian depan
dong
sekarang...", katanya. Aku duduk di
atas pahanya, kuremas dengan
lembut kedua
teteknya. Lalu kupuntir-puntir
puting susunya dengan jari-jariku.
"Ihh...
geli... hihihihi...", cekikikan dia. Aku
benar-benar sudah tidak bisa
mengendalikan nafsuku lagi.
Sekarang ini yang ada dalam otakku
hanyalah
bagaimana memuaskan tante Anne,
memberinya kepuasan yang selama
ini jarang ia
dapatkan dari suaminya. Rasa
kasihan akan tante Anne yang telah
lama merindukan
kehangatan laki-laki bercampur
dengan nafsuku sendiri yang sudah
menggelora. Aku
menarik celana dalamnya dengan
agak kasar. Kulihat dia hanya diam
saja sambil m!
emejamkan mata pasrah. Kuakui
inilah pertama kalinya aku melihat
wanita
telanjang secara nyata. Tapi agaknya
aku tidak begitu canggung,
sepertinya aku
melakukan semuanya dengan begitu
alamiah. Tante Anne membuka lebar
kedua pahanya
begitu celana dalamnya kulepas.
Kulihat dengan jelas pepeknya
dengan bulu-bulu
halus yang dicukur dengan rapi
membentuk segitiga di sekitarnya.
"Udah sering
beginian yah kamu Chris??",
tanyanya heran juga melihat aku
begitu mantap.
"Ehh... ngak kok... baru sekali Tante...",
nafasku sudah memburu... kata-kata
pun sudah sulit kuucapkan dengan
tenang. Kulihat nafas tante Anne
juga sudah
mulai memburu, berkali-kali ia
menarik nafas panjang untuk
menenangkan diri.
"Jilatin dong Chris...", katanya
memelas. Mulanya aku ragu-ragu
juga, tapi
kudekatkan juga kepalaku ke
pepeknya. Tidak ada bau tidak enak
sama sekali,
tante Anne rajin menjaga kebersihan
pepeknya aku kira. Kujulurkan
lidahku
menjilati dari bawah menuju ke
pusar. Beberapa menit aku bermain-
main dengan
pepeknya. Tante Anne hanya bisa
mengerang dan menggelinjang kecil
menahan
nikmat. Kulihat ia meremas sendiri
buah dadanya dan memuntir-muntir
sendiri
puting susunya. Aku berdiri sebentar,
melepaskan semua pakaianku.
Bengong dia
melihat kontolku yang 18 cm itu. Aku
cuman tersenyum kepadanya, dan
melanjutkan
menjilati pepeknya. Beberapa saat
kemudian ia meronta dengan kuat.
"Aaahh... ohh God... aaargghhh...",
bagaikan gila, dia menjepit kepalaku
dengan
pahanya, lalu menekan kepalaku
supaya menempel lebih kuat lagi ke
pepeknya
dengan dua tangannya. Aku susah
bernafas dibuatnya.
"Lagi... arghh... clitorisnya Chriss...
ssshhh... yah... yah... lagi...
oooohh...", makin menggila lagi dia
ketika aku mengulum clitorisnya,
dan
memainkannya dengan lidahku di
dalam mulut. Aku memasukkan
lidahku
sedalam-dalamnya ke dalam lubang
pepeknya. Bau cairan kewanitaan
semakin keras
tercium. Pepeknya benar-benar
sudah basah. Tiba-tiba dia
menjambak rambutku
dengan kuat, dan menggerakkan
kepalaku naik turun di pepeknya
dengan cepat dan
kasar. Lalu ia menegang, dan tenang.
Saat itu juga aku merasa cairan
hangat
semakin banyak mengalir keluar dari
pepeknya. Aku jilatin semuanya.
"Ohhh... God... bener2 hebat kamu
Chris... lemes Tante... aahh... ngak
kuat lagi
deh untuk berdiri... shitt... udah lama
ngak begini...", dia terbujur lemas
setelah 1/2 jam yang melelahkan itu.
Aku cuman tersenyum. Perlahan
kutarik kedua
kakinya ke tepi tempat tidur, kubuka
pahanya selebar-lebarnya dan
kujatuhkan
kakinya ke lantai. Pepeknya
sekarang terbuka lebar. Nampaknya
ia masih
terbayang-bayang atas peristiwa
tadi dan belum sadar atas apa yang
kulakukan
sekarang padanya. Begitu ia sadar
kontolku sudah menempel di bibir
pepeknya.
"Ohh... ", ia cuman bisa menjerit
tertahan. Lalu ia pura-pura meronta
tidak mau.
Aku juga tidak tahu bagaimana cara
memasukkan kontolku ke dalam
pepeknya. Aku
sering lihat di film-film, dan mereka
melakukannya dengan mudah. Tapi
ini
sungguh berbeda. Lubangnya sangat
kecil, mana mungkin bisa masuk
pikirku.
Tiba-tiba kurasakan tangan tante
Anne memegang kontolku dan
membimbing kontolku
ke pepeknya.
"Tekan disini Chris... pelan2 yah...
punya kamu gede banget sih...",
pelan ia
membantuku memasukkan kontolku
ke dalam pepeknya. Belum sampai
seperempat bagian
yang masuk ia sudah menjerit2
kesakitan.
"Aahhhh... sakitt... oooh... pelan2
Chris... aduuh....", tangan kirinya
masih
menggenggam kontolku, menahan
laju masuknya agar tidak terlalu
deras. Sementara
tangan kanannya meremas-remas
kain sprei, kadang memukul-mukul
tempat tidur. Aku
merasakan kontolku diurut-urut di
dalam pepeknya. Aku berusaha
untuk memasukkan
lebih dalam lagi, tapi tangan tante
Anne membuat kontolku susah
untuk masuk
lebih ke dalam lagi. Aku menarik
tangannya dari kontolku, lalu
kupegang
erat-erat pinggulnya. Kemudian
kudorong kontolku masuk sedikit
lagi. "Aduhhh...
sakkkitt... ooohhh... ssshhhh... lagi...
lebih dalam Chriss... aaahhhh",
kembali
tante Anne mengerang dan meronta.
Aku juga merasakan kenikmatan
yang luar biasa,
tak sabar lagi kupegang erat
pinggulnya supaya ia berhenti
meronta, lalu
kudorong sekuatnya kontolku
kedalam. Kembali tante Anne
menjerit dan meronta
dengan buas. Aku diam sejenak,
menunggu dia supaya agak tenang.
"Goyang dong
Chris...", dia sudah bisa tersenyum
sekarang. Aku ! menggoyang
kontolku keluar
masuk di dalam pepeknya. Tante
Anne terus membimbingku dengan
menggerakkan
pinggulnya seirama dengan
goyanganku. Lama juga kami
bertahan di posisi seperti
itu. Kulihat dia hanya mendesis,
sambil memejamkan mata. Tiba-tiba
kurasakan
pepeknya menjepit kontolku
dengan sangat kuat. Tubuh tante
Anne mulai
menggelinjang, nafasnya mulai tak
karuan, dan tangannya meremas-
remas
payudaranya sendiri.
"Ohhh... ooohh... Tante udah mo
keluar nih... sshh... aaahh...",
goyangan
pinggulnya sekarang sudah tidak
beraturan. "Kamu masih lama ngak
Chris??? Kita
keluar bareng aja yuk.... aahhh...", tak
menjawab, aku mempercepat
goyanganku.
"Aahhh... shitt... Tante keluar Chrisss...
ooohhh... gile...", dia menggelinjang
dengan hebat, kurasakan cairan
hangat keluar membasahi pahaku.
Aku semakin
bersemangat menggenjot. Aku juga
merasa bahwa aku bakal keluar tidak
lama lagi.
"Aahhh... sshh...", kusemprotkan saja
cairanku kedalam pepeknya. Lalu
kucabut
kontolku, dan terduduk di lantai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar